Rabu, 28 Januari 2009

bagaimana dengan rokok?


Indonesia sebagai negara yang berpenduduk islam terbesar di dunia, adalah negeri yang justru paling susah dalam menjalankan syariat islam. Beberapa hari lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan beberapa fatwa salah satunya adalah tentang haram rokok. Seperti biasa, setiap fatwa yang merugikan orang-orang besar pasti mendapat respon negatif dari mereka yang merasa dirugikan. Yang paling mengesalkan adalah ulama yang juga menolak fatwa ini karena mereka juga mendapat penghasilan dari keberadaan pabrik-pabrik rokok. Seperti misalnya, pesantren yang mendapatkan donasi dari pabrik rokok, bahkan ada pesantren yang mencantumkan salah satu produk rokok pada plang pesantrn yang bersangkutan.

Dengan bermacam alasan orang bisa saja menolak fatwa hara merokok ini, seperti misalnya mereka mengangkat tentang ribuan buruh yang bekerja di pabrik rokok, mereka akan kehilangan penghasilan. Tapi mereka nggak pernah memunculkan perbandingan biyaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk menangani kasus karena rokok. Pndapatan Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan dari sektor rokok ini masih jauh di bawah biaya kesehatan yang harus dikeluarkan karena kasus yang disebabkan rokok itu. Mau tau perbandingannya. Biaya kesehatan yang harus dikeluarkan 5,1 kali lipat dari pada PDB yang didapatkan dari rokok.

Sekalipun mereka harus berhenti dari pekerjaan sebagai buruh di pabrik rokok, saya yakin gak akan membuat mereka semakin miskin, bila mereka memang punya niat untuk hudup layak. Karena rizki Allah ada dimana-mana, bukan hanya dari pabrik rokok.

Bagaimana dengan petani tembakau yang akan mengalami kerugian karena di tutupnya pabrik rokok? Ya, dengan adanya fatwa ini gak berarti pabrik rokok harus di tutup, kan? Kalo pemilik pabrik rokok itu memang mereka yang non muslim, mereka bisa meng ekspor produk mereka, kan..!! toh, kalo produk mereka dijual di tingkat intrnasional akan semakin meningkatkan pendapatan negara di sektor riil. So, petani tembakau tetep bisa menjual hasil kebun mereka yang masih ada sekarang, tapi aka lebih ihsan bila mereka mengganti tanaman dikebun mereka dengan tanaman lain.

Sudah jelas mudhorot rokok jauh lebih besar ketimbang manfaatnya, dari segi kesehatan jelas mudhorot. Perbandingannya adalah hilangnya asam dimulut, pengisi waktu bengong di bayar dengan uang Rp.7.000 kurang lebih dan bebagai penyakit seperti kanker, gangguan kehamilandan janin, impotensi dll. Dari segi ekonomi, Cost yang dikeluarkan 5,1 kali lipat dari penghasilan yang didapat dari keberadaan pabrik rokok.
kalo tanggapan kalian??

Soleman JIP'08 : www.solemancandra.ning.com

Tidak ada komentar: